http://i55.tinypic.com/1262osp.jpg Memuliakan TKW: Belajar dari Hongkong

ADI AGEN RESMI CMP

ADI AGEN RESMI CMP

Kamis, 24 Maret 2011

Memuliakan TKW: Belajar dari Hongkong

Penulis sedang bergambar bersama Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid di Hongkong, 6 Oktober 2007

Banyak Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia bekerja di Hongkong. Lebih dari 100.000 wanita Indonesia mengais rizki di negeri bekas jajahan Inggris. Sebagian besar TKW tinggal di Hongkong bertahun-tahun. Apa yang membuat mereka betah?


***


Memuliakan TKW: Belajar dari Hongkong
Oleh : Najlah Naqiyah


Banyak Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia bekerja di Hongkong. Lebih dari 100.000 wanita Indonesia mengais rizki di negeri bekas jajahan Inggris. Mengapa TKW betah di Hongkong selama bertahun-tahun? Mereka merasa aman dan comfortable bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Gaji yang diperoleh cukup besar dan terjamin keselamatan kerja.

Penulis menghadiri acara buka bersama dengan 700 wanita TKW Indonesia di Hongkong pada bulan Oktober 2007, ada kesan unik nampak dari kehidupan para TKW Hongkong. Lontaran kegelisahan mereka terekam agar jadi upaya kritik membangun bagi pengelolaan TKW di Indonesia.

Rasa aman sangat nampak dari wajah ceria TKW Indonesia di Hongkong. TKW itu merasa enjoy bekerja di Hongkong. Kebanyakan mereka betah tinggal bertahun-tahun di negeri itu. Mereka sangat menikmati pekerjaan mereka sebagai pembantu rumah tangga. Pada mulanya, kabar gembira terlontar saat membicaran masalah upah yang mereka terima dari majikan. Umumnya, mereka mendapatkan gaji sekitar 2700 dolar hongkong, atau berkisar 3 juta rupiah setiap bulan. Jumlah yang fantastis ukuran gaji pembantu rumah tangga orang Indonesia. Jika dibanding gaji PRT di Indonesia jauh lebih rendah. Di Indonesia, menjadi pembantu rumah tangga di gaji menurut kepantasan dan kebaikan majikan. Kisaran gaji PRT hanya 300.000,- sampai 500.000,- perbulan. Jumlah itu berbeda tiga kali lipat dengan TKW di Hongkong yang mencapai 3.000.000,- rupiah perbulan. Gaji PRT di Hongkong jauh lebih tinggi. Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang mengatur upah minimal bagi PRT. Berbeda dengan di Hongkong, pemberian upah TKW diatur oleh Negara dan ditegakkan oleh aparat hukum. Bagi siapapun orang yang melanggar dari aturan, maka akan di hukum baik pekerja ataupun majikan.

Libur kerja juga diberikan pada TKW sehari selama seminggu. Hari minggu adalah hari libur mereka. Para TKW bebas melakukan apapun kegiatan saat hari minggu. Mereka menikmati libur dengan berbagai aktivitas di luar rumah, kebanyakan para TKW Indonesia berkumpul di taman untuk bertemu dengan teman-teman sesama warga Indonesia. Inilah yang menarik dari solidaritas yang ada di Hongkong. Negara melindungi hak-hak TKW untuk refresing dan beristirahat setelah seminggu bekerja. Sebuah upaya memuliakan TKW. TKW menikmati haknya untuk berlibur. Sementara, di Indonesia tidak ada libur bagi pembantu rumah tangga setiap minggunya, karena memang tidak ada aturan Negara yang melindungi pembantu rumah tangga.

Ketika penulis mulai mendengarkan problem pribadi dan keluarga TKW, sebagian tersingkap demikian suram. TKW mengeluhkan kehidupan mereka yang cerai berai. Mengapa mereka memutuskan untuk memilih pekerjaan menjadi TKW ? Berbagai faktor yang melatarbelakangi mereka sampai ke Hongkong, mulai dari faktor kemiskinan, perceraian, poligami, ditinggal mati oleh suami. Kegagalan pernikahan adalah pemicu utama mereka menjadi TKW. Disatu sisi mereka harus menghidupi anak-anak mereka dan orang tua serta keluarga yang miskin, disisi lain mereka merasa malu akibat gagal dalam perkawinan mereka. Akhirnya memilih untuk lari ke negeri orang mencari kerja agar aman secara ekonomi dan status sosial.

Kemana hasil keringat TKW? Uang hasil mereka bekerja sebagai PRT sebagian besar dikirimkan ke keluarga mereka di tanah air. Uang TKW itu dikirimkan ke rekening suami mereka untuk menghidupi anak-anak dan suami serta orang tuanya. Ironinya, uang tersebut kadang menghadapi masalah. Seperti, kiriman uang tidak sampai ke anak-anak mereka, tetapi diterima oleh suami dan dipergunakan untuk biaya kawin lagi dengan perempuan lain. Kadang juga, uang tersebut digunakan sebagai biaya menikah lagi oleh suaminya di tanah air. Tragis sekali, nasib para wanita yang dikhianati dan didlalimi haknya oleh suami. Sementara wanitanya itu berjuang mengumpulkan rupiah dengan keringat mereka di tempat jauh, berpisah dengan anak-anak, kemudian uangnya digunakan untuk kawin lagi oleh suami. Memang, di Indonesia budaya kawin sirri (tersembunyi) masih marak. Sedemikian gampang laki-laki dan perempuan menikah lagi tanpa memperhatikan status perkawinan mereka. Adanya dalil agama yang memperbolehkan laki-laki beristri sampai empat, menjadi pemicu longgarnya hukum perkawinan poligami.

Menjaga keutuhan perkawinan bagi TKW tidaklah mudah. Jarak jauh dan berpisah dalam keadaan cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun, membuat salah satu pasangan mereka tidak sabar. Kadang suaminya kawin lagi, atau si istri menemukan pasangan baru di luar negeri. Bagaimana mengatasi masalah status perkawinan bagi para TKW ? Sebuah dilema bukan …..ketika kesabaran sudah diambang batas, saat suami TKW menikah lagi dengan perempuan lain, kadang resiko cerai mesti dilakukan. Sebuah pilihan yang kadang membuat masgul banyak TKW di Hongkong. Mereka menginginkan agar ada upaya pemerintah untuk memberikan penyuluhan bagi para suami agar setia pada janji perkawinannya. Upaya itu mereka sampaikan langsung kepada Ibu Dra. Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum sebagai ketua PUAN Amal Hayati. Mereka ingin para tokoh agama dan masyarakat serta pemerintah memberikan aturan yang ketat bagi suami yang akan menikah lagi sementara istrinya bekerja di luar negeri. Para TKW ingin rumah tangga mereka tetap utuh saat mereka berjuang di luar negeri. Permintaan itu disampaikan oleh wakil dari TKW dan diberikan applause panjang oleh teman-teman TKW. Tepuk tangan itu seperti jeritan yang memekakkan ruangan KJRI Hongkong. Tepuk tangan 700 TKW diiringi harapan mereka. Harapan untuk mempertahankan keutuhan keluarga ditengah jarak yang jauh dan penantian panjang. Ada keinginan menjaga keutuhan rumah tangga dengan cara mereka sendiri, seperti mengirimkan uang setiap bulan ke suami dan anak-anak mereka, menelpon anak-anak dan suami setiap minggu dan beragam cara yang tengah mereka usahakan. Akankah pemerintah kita diam dan menutup mata?

Hiruk pikuk kekerasan yang tengah dialami oleh TKW Indonesia masih banyak lagi, adanya kasus erminal tiga kerap menjadi keluhan sebagian besar TKW saat pulang ke tanah air. Mereka mengeluhkan adanya diskriminasi pada TKW yang harus melalui pintu khusus di bandara Soekarno hatta. Mereka juga mengeluhkan banyaknya pungli yang harus dibayarkan. Mereka ingin menghapuskan terminal tiga. Mereka ingin sejajar dan setara seperti orang lain yang dating dari luar negeri. Banyak lagi harapan mereka yang samara-samar dihembuskan oleh angina malam. Oleh doa-doa mereka ditengah malam, saat mereka tidur jauh dari keluarga, jauh dari negerinya, jauh dari mimpinya. Semoga ada usaha nyata mengatur TKW secara mulia. Amin.


Ditulis oleh: Najlah Naqiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar