http://i55.tinypic.com/1262osp.jpg mentariku

ADI AGEN RESMI CMP

ADI AGEN RESMI CMP

Rabu, 12 Januari 2011

mentariku


Mentariku, dimanakah kau ?
Kau begitu tulus menemaniku 
melalui hari-hari kehidupanku.
Kau begitu bahagia menyertaiku
melewati masa-masa terindah
Masa dimana embun
terasa lebih menyejukkan
daripada jernih sungai,
masa dimana cahya lilin
terasa lebih hangat dan romantis
daripada cahya surya.

Kau setiaku, melipur saat aku susah,
menenangkan kala aku gelisah,
membaringkan aku di pangkuanmu saat aku teramat lelah,
menegurku ramah bila aku salah,
membangkitkan semangat saat aku terhempas kalah … .
Mentariku, dimana kau ?
Ingatkah saat bersama ?
Tatapku, tatapmu, … kita saling menatap !
Saat itulah kurasakan kedamaian dari cahaya kasih
dari sinar matamu.

Begitu pula saat aku bahagia, kau bahagia, …
dan ketika kita berusaha untuk saling membahagiakan … ,
saat itulah kurasakan kebahagiaan,
kunikmati indahnya kehidupan,
hijaunya dedaunan,
sejuknya embun di rerumputan,
wanginya bunga yang bermekaran,
serta kicau burung di ranting dahan pepohonan.
Ya, kunikmati semua itu hanya bila bersamamu …
benar, bila bersamamu … .
Ingatkah pula kala duka bersama?
sedumu, haruku
kucoba menghiburmu,
untuk sirnakan duka pun kesedihan darimu
dengan merangkai mutiara kata
yang - barangkali - bisa menjadi pelita jiwa bagimu … ,
ku mau, senyummu abadi
Begitu pula saat kuterluka, kau ikut berduka
serta turut merasakan lukaku
seolah luka itu telah menyayat hatimu yang bersih
sehingga terasa perih.

Kau hibur aku … dengan candamu,
dengan tawamu, dengan desah manjamu,
juga dengan senyummu
yang mengantarkan jiwaku ke kerajaan keriangan,
mendudukkan aku di singgasana kebahagiaan,
memahkotaiku dengan harapan,
mengalungi leherku dengan rangkaian puspa kehidupan,
dan memandikan aku dengan cahaya kemuliaan.
Kuyakin,
tak ada
yang sebaik
dan sesetia kau,
mentariku !
Mentariku, dimana kau ?
Masih kuingat senyummu saat menatapku
Ah … kapan lagi aku bisa menemukan - serta mendapatkan –
senyum setulus senyummu.

Aku yakin, tak ada senyuman yang seindah senyumanmu .
Percayalah … .
Masih teringat pula tatapan cemerlang
yang terpancar dari bening bola matamu.
Aku pikir tatapan mata kekasihkulah yang terindah …
ternyata, tatapanmu jauh lebih indah …
bahkan teramat terindah.
Yakinlah … .
Masih pula terasa olehku,
kala jari-jemari lembutmu menyentuhku,
kemudian dengan halus dan perlahan membelaiku
dengan belaian kasih yang teramat mesra.

Ohh … betapa nikmat belaian mesra darimu,
belaian yang membuailenakan jiwaku
sekaligus mengantarkannya ke dunia maya
yang laksana nirwana, selaksa surga.
Kapankah kubisa merasakan lagi
belaian kasih yang semesra itu ?
Ah, entahlah … .
Mentariku, dimana kau ?
Aku menantimu, mentariku … ,
menanti saat ketika kau berkata.
Sebab, kata-katamu merupakan melati hati
yang memberikan keharuman nurani.
Aku merindukanmu, mentariku … ,
rindu akan alunan nada-nadamu yang mendayu,
rindu akan senandungmu yang begitu syahdu,
rindu akan kidungmu yang getarkan kalbu,
dan rindu akan rintihanmu yang resahkan rasaku.
Aku mengharapkanmu, mentariku …,
mengharapkanmu berada teramat dekat disisiku,
sehingga aku bisa menatap mata mesramu
yang merefleksikan jiwa jernihmu.
Mengharapkan dirimu bisa menjadi bagian dari diriku,
agar tak usah lagi aku menghitung hari,
menggapai mimpi, mencari melati,
maupun menanti maharani.
Adakah kau tahu semua itu, mentariku ?
Jiwaku mulai gersang, butuh kasih sayang.
Air mataku mulai mengering …
sehingga mataku sulit untuk mengerling ;
adakah kau telah berpaling ?
Ketahuilah, sebenarnya kita - dari dulu - telah menyatu,
karena kita adalah satu dalam dua…
satu jiwa, dalam dua tubuh.
Kalau kini kita terpisah,
itu hanyalah sesaat …
esok kita ‘kan menyatu kembali !
Yakinlah … .
Mentariku, dimana kau ?
Mungkin … terlalu awal untuk berkata,
”Aku merindukanmu.”
Namun biarlah …
agar kesedihan ini tak terlalu lama tersimpan,
manakala rindu tiada tertahan karena lama terpendam.
Mungkin … terlalu dini untuk berbisik,
”Adakah kau mengerti, aku disini menanti.
Ya, aku setia disini …
hingga waktu yang tiada pasti … .”
Mungkin … terlalu pagi untuk berkata,
bahwa aku mencintai, mengasihi, serta menyayangimu
lebih dari sekadar kekasih.
Karena mencintaimu…
berarti mencintai sejuta kehidupan,
memeluk sejuta keabadian
merindukan sejuta penyatuan,
menebarkan sejuta pencerahan,
dan menerbitkan sejuta harapan.
Mungkin … terlalu cepat untuk mengatakan,
“Aku hidup karena, untuk, demi kau semata … .
Ketahuilah, aku ada sebab kau ada,
aku hidup dari kasihmu, oleh cintamu,
dan kau terlahir untuk membahagiakanku .
Sayang, jaraklah yang memisahkan kita …
terlalu jauh, memang …
hingga kita ta’ mungkin tu’ bersatu.
Tapi … biarlah samudraku mengering, menguap,
mengangkasa tinggi, menjelma mega, melayang ringan,
menuju mentari, mencapai bintang yang paling terang.
Biarpun kau jauh - teramat jauh - di sana, akan kugapai kau .
Walau terkadang aku ragu; akankah mampu ?
Tapi … biarlah megaku menjelma bianglala ;
anggun, menawan, indah, mempesona …
menghias angkasa, bersama … sang Surya !”



Buah Karya: Dito Anurogo

Sumber gambar:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar